01.08 AM
Malam kesekian kalinya setelah berbulan-bulan tidak bisa lagi tidur dengan tenang semenjak akhir menjelang Jakarta Fair 2019.
Saya lelah. Kembali ke masa kelam dimana saya mulai lagi tidak bisa merasakan kebahagiaan. Bermula dari masalah pekerjaan, lelah fisik karena menjaga Jakarta Fair hingga pagi,membuat saya kehabisan energy. Bukan itu saja ada beberapa hal yang membuat saya kembali mengulang kesalahan yang sama karena trauma masa lalu, dengan menyakiti hati orang asing yang saya pernah tulis setahun lalu dan membuat saya nyaris kehilangan dia dan bahkan mungkin menghilangkan perasaan cinta dan percaya orang asing tersebut. Semua campur aduk menjadi satu.
Ya, saya mencintai orang asing yang saya tulis setahun lalu. Tidak berasa sudah hampir bersama dia lebih dari 1 tahun. Tidak saja mencintai dia, tapi saya juga cinta kepada keluarganya walau belum pernah bertemu, saya mencintai keunikannya, saya cinta Dobby dan Rosie. Saya mencintai dia secara utuh. Walau jarang berjumpa, saya tidak apa-apa. Rindu hanya masalah waktu, keihklasan tak bersua untuk sementara. Memang rumit, karena bagaimanapun LDR itu harus ada rasa trust. Banyak saat menyenangkan, tapi banyak juga yang tidak. Pertikaian,salah paham, cemburu,insecure,dll. Dan biasanya itu semua berawal dari saya. Tapi karena saya selalu dimaafkan oleh orang asing tsb, saya secara tidak sengaja sering menyakiti hatinya. Walaupun terkadang saya juga tidak suka dengan sifatnya yang keras dan emosian, saya rasa itu wajar,karena mungkin memang salah ada disaya. Membaca semua percakapan WA dengan dia pun saya melihat bahwa dia banyak memberi nasehat dan saran yang cukup membangun. Ahh.. saya cinta dia. Tapi sayangnya saya tidak tahu bagaimana cara mencintai dengan benar. Saya tidak percaya dan insecure,terutama dengan mantannya karena jujur pernah stalking twitter mantannya yang menurut feeling saya, mantan dia masih belum move on (OK.. cara ini ga bagus ya hahahaha,sekarang sih sudah taubat). Sempat saya sebal karena mereka masih berteman, tapi disatu sisi saya juga merasa berempati. Cara orang untuk move on beda-beda bukan? Kadang ingin saya bilang dengan orang asing ini,untuk berhenti berkomunikasi. Bukan apa-apa, karena menurut pengalaman saya tidak berkomunikasi sama sekali dengan mantan akan lebih cepat proses melupakan. Mungkin orang asing ini sudah move on dengan susah payah, tapi tidak dengan mantannya. Sempat ketika cemburu, sampai conference call bertiga via WA (what a mess πππ) Saya sudah belajar untuk percaya pada orang asing ini. Tapi lagi-lagi saya sering melakukan kembali kesalahan tsb. Entah kenapa, secara tidak sadar saya terus melakukannya. Bahkan kadang saya menjadi super sensitive dengan hal yang tak penting. Melakukan percakapan yang aneh,mendesak,menyalahkan dia, demanding, mendadak hilang berharap untuk dicari, dsb. Kadang saya sadar, kadang saya tidak sadar. Semua terucap begitu saja. Nanti ujung2nya saya akan meminta pengertian dia dengan alasan saya stress kerja, saya punya mental disorder,dll. Saya sudah menceritakan semua masa lalu saya kepada orang asing ini, dan untungnya dia paham. Tapi sekali lagi, saya selalu mengandalkan masa lalu saya sebagai senjata. Herannya ketika saya melakukan itu saya ada rasa bersalah dan ada rasa puas dalam tanda kutip.
Hingga ada kejadian yang menyebabkan orang asing ini marah kepada saya. Saya singgung lagi masa lalunya. Saya shock dia minta break, saya tidak siap. Karena saya merasa bahwa dia lah nama yang terakhir tertulis dihatiku. Orang asing ini meminta saya untuk introspeksi. Saya menenangkan diri. Pergi ke Jogja,pergi ke Solo untuk mencari tahu apa yang salah dengan diri saya? Kenapa saya selalu mengalami hal yang sama dengan mantan-mantan saya sebelumnya dengan pola yang sama : menyakiti hati mereka. Hingga pada suatu saat saya sudah tidak kuat, pergi liburan senang,tapi pulang saya merasa hampa kembali. Tidak bahagia, tidak bisa melakukan kegiatan saya sehari-hari,hobby, pekerjaan hingga tidak beres dan merasakan kelelahan yang amat sangat hingga bergantung dengan obat tidur karena insomnia. Saya merasa bahwa saya tidak lagi mencintai diri saya sendiri, even untuk nonton,foto2 ,olahraga saya lakukan dengan paksaan.Merokok tiada henti,sampai sahabat kantor pun heran dengan saya yang tatapannya selalu kosong. Kadang ceria,tetapi terlihat lelah. Update IG stories hanya isi galau yang tak penting (padahal saya benci posting hal galau). Kreativitas saya terganggu,walau saya tetap memaksakan untuk tetap bergerak. Seandainya pun saya melakukan kegiatan dengan terpaksa,setelah itu saya merasa hampa kembali. Bukan cuma karena memikirkan orang asing ini,saya lebih banyak memikirkan apa yang salah dari saya?? Saya lebih banyak diam dikamar,menangis,doa,tapi tak mampu bercerita keadaan saya. Saya merasa perasaan yang dulu kembali lagi,bahkan lebih parah. Nyaris 3 bulan. Tapi saya tidak mau menyerah, saya ingin sembuh, tidak mau lagi terpikirkan untuk mati. Akhirnya saya memutuskan konsultasi dengan psikolog untuk pertama kalinya. Sebelumnya saya memang ke psikiater, menjalani berbagai rangkaian test yang menyatakan bahwa saya mengalami mental disorder. Berbeda dengan psikiater,para psikolog ini lebih kepada sesi mendengarkan dan memberi pendapat serta solusi tanpa judging saya. Saya bilang sama psikolog saya, Mbak Pritta dari lembaga psikologi Ibunda di daerah Kemang (saya dapat referensi dari kawan saya,seorang pejuang mental,Mbak Naj namanya) bahwa saya end up kalau ke psikiater. Sudah 4 psikiater yang saya kunjungi,mereka hanya memberikan obat tanpa bertanya lebih detail apa yang saya alami,tapi saya tetap masih mengkonsumsi obat. Singkat cerita saya baru tau bahwa pengobatan psikiater dan psikolog adalah perpaduan yang tepat. Karena obat yang diberikan psikiater ini tidak berbahaya, dan tugas psikolog adalah mengubah perilaku pasien. Hingga akhirnya ketika saya melihat IG Ibunda ini saya menemukan IG dr. Jiemi Ardian,SpKj. Beliau juga termasuk professional advisor di Ibunda, tetapi belum membuka praktek disana dikarenakan masalah perijinan. Beliau hanya buka praktek di Bogor sembari sering memberikan edukasi (yang kebetulan dibawah satu perkumpulan dengan Mas Adjie Saputro,seorang praktisi kesehatan mental). Saya pernah ikut pelatihannya dan saya suka dengan cara berpikir mereka karena sejalan dengan pikiran saya (walau kadang susah untuk dipraktekkan, namanya jg sakit mental hahaha). Akun instagram dr.Jiemi ini banyak memberikan informasi mengenai kesehatan mental, yang mana juga sejalan dengan saya. Sampai akhirnya saya mendapat informasi bahwa ada kelas terbatas yang akan membahas mengenai masalah depresi dan cara mengatasinya. Tanpa pikir panjang, saya langsung daftar. Kelas diadakan di hari Rabu sore kemarin, 25 September 2019 pukul 18.30. Sempat saya malas pergi,selain ada demo,saya merasa ah percuma datang,paling juga isinya begitu saja. Tetapi saya paksakan pergi. Puji Tuhan sesampai disana acara belum mulai. Dan...tibalah saatnya. Sesi pelajaran dimulai oleh dr.Jiemi. Dannnnn... banyak orang memiliki penyakit mental,dan saya yakin semua yang hadir adalah para warrior yang ingin sembuh. Semua penjelasan dr.Jiemi sangat masuk akal,bahwa depresi itu adalah konspirasi alam, dia adalah keadaan. Berbeda dengan stress. Yang lebih saya suka lagi adalah bahwa depresi itu tidak ada hubungannya dengan keimanan seseorang,itu adalah dua hal yang berbeda. Who are we dare to judge tingkat keimanan seseorang? Tuhan tidak sejahat itu (sama seperti perkiraan saya). Dr.Jiemi pun bilang,orang yang bunuh diri bukan orang yang tidak beriman, mereka mengambil keputusan tsb karena sudah hilang sumber kebahagiaannya, mereka ingin mengakhiri hidupnya. Yes, itu yang saya rasakan ketika saya putus cinya dengan pacar pertama saya,melakukan percobaan bunuh diri,karena saya merasa sudah tidak kuat (puji Tuhan,Tuhan masing sayang saya,kopi masih enak loh,kok mau bunuh diri hehe..kidding).Iman disini hanya sebagai proteksi saja,tapi bukan jaminan. Orang beriman bisa saja depresi, dan orang tidak beriman bisa juga tidak depresi. Bahkan seorang psikilog pun bisa depresi.Definisi bahagia menurut dr.Jiemi adalah hal yang sangat simple yaitu jika seseorang merasa connect dengan lingkungan sekitarnya. OMG, it’s make sense. Benar juga ya... Saya mendapat banyak ilmu dari situ,termasuk bahwa penyakit mental itu biasanya juga ada dari faktor genetik dan entah kenapa saya merasa saya harus pindah psikiater nih...Ke dr.Jiemi. Yah.. siapa tau obatnya cocok (sekaligus tetap ke psikolog). Lagipula dr.Jiemi pun mengakui bahwa dia sendiri pernah melakukan usaha bunuh diri... hmmm ga nyangka kan? Saya ingin seperti beliau,bangkit dan berjalan kembali.
Sepulang dari seminar, saya DM dr.Jiemi via IG. Menanyakan apakah Sabtu saya bisa konsul,beliau bilang tidak bisa karena harus pergi ke Malang. Saya insist bagaimana kalau Kamis besok? Beliau bilang bahwa besok beliau praktek hanya dari jam 10-12 siang. Itupun saya harus daftar dulu karena takut ada pasien lain. Ok,saya diberi contact RS Siloam Bogor dan no WA khusus bagian pendaftaran. Bego nya malam itu juga saya call... ya kali masih ada bagian pendaftaran yang masih buka...Oon beda tipis ama pinter yak hehe..Saya cuma doa, ya Tuhan kalau jodoh saya pasti ketemu dr.Jiemi besok.
Keesokan harinya saya dapat notif WA jam 7 dari RS.Siloam. Masih ada slot, langsung saya mandi dan pergi ke Bogor. Kebetulan baru saya yang daftar dan tidak ada pasien lain. Masuk ruangan, dr.Jiemi masih ingat saya dan akhirnya ( saya sempat mengira paling nih dokter juga ga bakal nanya detail) and i was wrong. Dia menanyakan dan menyuruh saya bercerita dari awal. Amazed sih..Saya masih cerita hal biasa saja tanpa menangis dan sekedar curcol, nah dikorek lebih dalam lagi... kemasa lalu saya,ketika bercerita mengenai masa kecil saya dengan Mamak dan masalah kesendirian. Saya menangis dan terluka sejadi-jadinya. Disinilah masalah pokok permasalahan,saya masih antara benci dan cinta dengan Mamak saya. Itu yang membuat saya menjadi begini. Saya antara benci dan sedih mengingatnya (kapan2 lah saya cerita). Yang ada saat ini dipikiran saya hanyalah saya ingin meminta maaf (walau saya merasa Mamak yang salah), tetapi saya tidak boleh judging Mamak..siapa tahu masa lalu Mamak juga berat.. Saya masih memikirkan cara, bagaimana saya bisa bicara dengan Mamak saya untuk bercerita tentang semuanya...
Lahh...sudah jam 02.46 AM. Saya harus tidur. Besok kudu ke gereja
Saya hanya ingin mengucapkan terima kasih kepada support system saya,terlebih dengan orang asing ini, walau saya tahu susah untuk dia bisa percaya lagi sama saya,saya tidak akan menyalahkannya. Saya hanya ingin sembuh, dan mencintai diri saya sendiri. Saya mau jadi orang kuat dan pemberani, karena saya adalah warrior. Tidak ada yang berubah dengan sifat saya yang baik,yang ga tegaan,suka menolong,suka becanda (ini bukan memuji diri saya sendiri ya...kenyataannya begitu. Kan ga semua sifat orang jelek....hehehe) tapi perilaku saya yang harus dirubah. Sebelum semua terlambat... Saya masih mencari cara untuk berbicara dengan Mamak,cuma akan saya pikir besok saja.. karena saya sudah mengantuk.
Later saya akan cerita lebih lanjut, yang jelas saya tidak malu mengakui bahwa IYA saya ada mental disorder,tapi saya pejuang yang akan conquer my fear.
Terima kasih Tuhan,terima kasih orang asing ku...kalau bukan kamu yang ‘memukul’ saya,saya tidak akan pernah mau dan sadar untuk berubah. Saya paham kamu pun mempunyai masa lalu yang susah kamu lupakan,tetapi kamu bisa bangkit. Saya pun menyadari jika kamu bisa tetap berteman dengan mantanmu itu adalah bentuk keikhlasan tertinggi dalam hidup. Doa saya untuk mu....agar kamu bahagia,entah dengan siapa nantinya kamu menghabiskan sisa hidupmu.
Later on saya akan aktif lagi menulis mengenai perjalanan hidup saya. How i can handle this, pengobatan,dsb. Bukan untuk dikasihani atau sombong, tapi saya hanya berbagi pengalaman untuk orang-orang diluar sana yang juga mengalami apa yang saya alami. Hidup hanya sekali,make the best of it.
Terima kasih diriku..Saya cinta kamu, saya perbaiki semuanya. Jangan nyerah ya...
RS